Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan
teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan
Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya
manusia.
Dengan beribadah, manusia menjadikan dirinya ‘abdun (hamba)
yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada Ma’bud (Allah Maha
Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib berbakti
(beribadah).
Mujahadah adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba
kepada Allah, sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Di antara
perintah Allah SWT kepada manusia adalah untuk selalu berdedikasi dan
berkarya secara optimal.
Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat: 5,
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa-apa yang telah kamu
kerjakan.”
Orang-orang yang selalu bermujahadah merealisasikan
keimanannya dengan beribadah dan beramal shaleh dijanjikan akan
mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk menuju (ridha) Allah SWT
hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah diberikan kepada yang terus
bermujahadah dengan istiqamah.
Kecerdasan dan kearifan akan memandu dengan selalu ingat
kepada Allah SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu dan syetan
yang terus menggoda.
Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah
(menyaksikan) keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban
yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.
Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah
sebenarnya yang disebut mujahidin ‘ala nafsini wa jawarihihi, yaitu
orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya.
Syeikh Abu Ali Ad Daqqaq mengatakan: “Barangsiapa menghias
lahiriahnya dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya
melalui musyahadah.”
Imam Al Qusyairi an Naisaburi [3] mengomentari tentang mujahadah sebagai berikut:
« Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari
kebaikan; Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua ingkar
terhadap ketaatan.
Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan
kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan,
wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.
Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar.
Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah.
Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya sangatlah sulit. »
Mujahadah adalah suatu keniscayaan yang mesti diperbuat oleh
siapa saja yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan taqwa.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيد ِ * إِذْ يَتَلَقَّى
الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ * مَا
يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Dan sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat
kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat
mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain
duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan
adal di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Qaaf:
16-18).
Friday, April 12, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment