Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk
bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang
seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin
yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian
ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab,
‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam
mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’
(HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih
Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian
mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. Maka, jika akhir
kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang yang
cerdas tidak mempersiapkannya?
Pemutus Segala Kelezatan
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perbanyaklah mengingat pemutus segala
kelezatan’, yaitu kematian. (HR. At Tirmidzi, Syaikh Al Albaniy dalam
Shahih An Nasa’iy 2/393 berkata : “hadits
hasan shahih”)
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas, “Dianjurkan bagi setiap
muslim, baik yang sehat maupun yang sedang sakit, untuk mengingat kematian
dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal tersebut, karena dzikrul
maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan mendorong
untuk berbuat ketaatan. Hal ini dikarenakan kematian merupakan pemutus
kelezatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan
mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan untuk senantiasa
dan terus menerus mengingat kematian.”
Dan Merekapun Ingin Kembali
Sebaliknya orang-orang yang semasa hidupnya sangat sedikit mengingat mati,
dari kalangan orang-orang kafir dan mereka yang tidak menaati seruan para Rasul,
akan meminta tangguh dan udzur ketika bertemu dengan Rabb mereka kelak di
akhirat. Inilah penyesalan yang paling mendalam bagi manusia yang tidak
mengingat kematian.
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu
itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dzalim: “Ya
Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam
waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi
seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka
dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali
kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Wahai
Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai
waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan termasuk
orang-orang yang shaleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 10-11)
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “
Wahai Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal shaleh
terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al Mu’minun : 99-100)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy berkata mengenai ayat dalam Surat Al
Mu’minun, “Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang yang berhadapan dengan
kematian, dari kalangan mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan
perintah Allah -pent) dan orang-orang yang zhalim. Mereka menyesal dengan
kondisinya ketika melihat harta mereka, buruknya amalan mereka, hingga mereka
meminta untuk kembali ke dunia. Bukan untuk bersenang-senang dengan
kelezatannya, atau memenuhi syahwat mereka. Akan tetapi mereka berkata, ‘Agar
aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.” Beliau
kembali menjelaskan, “Apa yang mereka perbuat tidaklah bermanfaat sama sekali,
melainkan hanya ada kerugian dan penyesalan. Pun perkataan mereka bukanlah
perkataan yang jujur, jika seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia,
niscaya mereka akan kembali melanggar perintah Allah.”
1 comments:
alhamdulillah
Post a Comment