Sunday, August 11, 2013

Hukum Menghajikan Orang Lain

Tidak ada keraguan bahwa menghajikan orang lain yang telah meninggal atau yang tidak mampu sampai ke Makkah karena sudah tua adalah dibolehkan. Fatawa Nur 'Ala Ad-Darb 14/320
Perlu diketahui bahwa pembolehan ini tidak secara mutlaq, artinya harus ada syarat-syaratnya. 

Syarat menghajikan orang lain yaitu:
1. Sudah pernah melakukan haji untuk dirinya.
Hal ini berdasarkan berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
"Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berkata: "Labbaika 'an Syubrumah (Aku memenuhi panggilanMu atas nama Syubrumah", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Siapa Syubrumah?", laki-laki itu menjawab: "Saudaraku atau kerabatku", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sudah berhajikah kamu?", laki-laki menjawab: "Belum", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berhajilah atas dirimu kemudian hajikan atas Syubrumah". HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani kitab Irwa Al Ghalil, 4/17

Adapun syarat- syarat orang yang dihajikan atasnya yaitu:
1. Orang yang sudah meninggal dunia.
Hal ini berdasarkan hadits: 
"Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan bahwa: "Seorang wanita mendatangi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata: "Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu beliau meninggal sebelum menunaikan haji, bisakah aku menunaikan atasnya haji?", beliau menjawab: "Iya, hajikanlah atasnya, bukankah jika ibumu mempunyai hutang kamu akan membayarnya?", wanita ini menjawab: "Iya", Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maka bayarlah, karena sesungguhnya Allah lebih berhak untuk dibayar". HR. Bukhari.

2. Orang yang sudah tidak mampu untuk menunaikan haji karena sangat tua dan sakit yang terus menerus dan tidak memungkinkan baginya untuk menunaikan haji.
Hal ini berdasarkan hadits yang artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan bahwa Al Fadhl bin Abbas pernah dibonceng oleh Rasululah shallallahu ’alaihi wasallam pada hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) di atas hewan tunggangan beliau yang tua, Al Fadhl adalah seorang lelaki yang tampan, lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti untuk memberi fatwa kepada mereka (yang bertanya), lalu datanglah seorang wanita cantik dari Khats'am meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah atas hambanya di dalam perkara haji telah di dapati oleh bapakku yang dalam keadaan sangat tua, beliau tidak sanggup untuk duduk di atas kendaraan, bolehkah aku menghajikan atas namanya?", beliau menjawab: Artinya: "(iya) hajikanlah atasnya”. HR. Bukhari.
Hadits lainnya juga menyebutkan yang artinya: “Abu Razin radhiyallahu 'anhu berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya bapakku adalah orang yang tua renta, tidak mampu haji dan umrah serta tidak bisa menunggai kendaraan, Nabi bersabda: "Haji dan umrahkanlah atas bapakmu". HR. Abu Daud dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Abu Daud, no. 1588.

2 comments:

Anonymous said...

Gimana kalau kita belum haji, punya biaya cuma buat 1 orang, ibu kita belum haji usia sudah tua, walau masih sehat wal a'fiat. Siapa yg didahulukan?

Idayu Idrus said...

ibunya

Post a Comment