Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian banyak tertawa karena banyak tertawa akan mematikan hati” (HR At-Tarmizi). Islam memang mensyariatkan kaum Muslim untuk banyak tersenyum karena senyum juga merupakan sodhakoh. Tetapi Islam juga melarang banyak tertawa, karena segala sesuatu yang berlebih-lebihan atau melampaui batas akan membuat hati menjadi mati.
Dalam Hadits yang lain yang diriwayatkan Aisyah RA isteri Nabi Muhammad SAW, bahwa dia berkata, “Saya tak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.” (HR Bukhari-Muslim).
Daripada Abu Dzar r.a., dia berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah tertawa selain daripada senyuman” (HR Muslim & Ahmad).
Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika kamu tahu apa yang aku tahu niscaya kamu banyak menangis dan sedikit tertawa.” Sabda Beliau lagi: “Siapa yang berbuat dosa dalam tertawa, akan dicampakkan ke neraka dalam keadaan menangis”.
Hassan al-Banna juga pernah berpesan: “Janganlah banyak tertawa, kerana hati yang sentiasa berhubung dengan Allah itu, selalunya tenang dan tenteram.” Pesannya lagi: “Janganlah bergurau, kerana umat yang sedang berjuang itu tidak mengerti melainkan bersungguh-sungguh dalam sembarang perkara. Tertawa yang berlebihan tanda lalai dan kejahilan. Tertawa seorang ulama dunia hilang ilmu, hilang wibawanya. Tertawa seorang jahil, semakin keras hati dan perasaannya”.
Banyak tertawa dan tertawa yang berlebihan, mematikan hati dan melemahkan tubuh. Menurut Imam Al Ghazali, jika hati mati hati tak akan bisa menerima peringatan Al Qur’an dan tak akan mau menerima nasihat. Manusia dengan hati yang mati diibaratkan sebagai bangkai yang berjalan. Para ulama mengatakan tidaklah kita temui orang yang paling banyak tertawa kecuali dia adalah orang yang paling jauh dari Al Qur’an.
Tertawa sesekali atau ketika keadaan mengharuskan untuk tertawa adalah hal yang diperbolehkan. Yang perlu diingat dan diperhatikan bukan termasuk tuntunan Nabi SAW, jika tertawa sampai terbahak-bahak. Tertawa yang tidak terkendali bisa berdampak buruk bagi diri dan orang lain. Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata, “Banyak dalil yang menjelaskan larangan tertawa yang berlebih-lebihan karena sering tertawa pasti berdampak tidak baik.”
Orang-orang yang sering tertawa berlebih-lebihan akan menerima dampak yang buruk, hati akan sulit mengingat Allah. Kadangkala ejekan diwujudkan dalam bentuk tawa, lantas bagaimana jika yang diejek adalah ahli ibadah? Orang yang suka mengundang tawa biasanya berbohong untuk membuat orang lain tertawa.
Menertawakan Allah SWT ayat-ayat-Nya, para nabi dan rasul-Nya akan menyebabkan jatuh kepada perbuatan kufur, “Jika kamu menanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sungguh, kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main.’ Katakanlah, ‘Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu mengolok-olok?’ Kalian tidak usah meminta maaf karena kalian menjadi kafir sesudah beriman….” (QS. At-Taubah: 65-66). Allah SWT berfirman, “Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.” (QS. Az Zukhruf: 47).
Tertawa sesekali atau ketika keadaan mengharuskan untuk tertawa adalah hal yang diperbolehkan. Yang perlu diingat dan diperhatikan bukan termasuk tuntunan Nabi SAW, jika tertawa sampai terbahak-bahak. Tertawa yang tidak terkendali bisa berdampak buruk bagi diri dan orang lain. Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata, “Banyak dalil yang menjelaskan larangan tertawa yang berlebih-lebihan karena sering tertawa pasti berdampak tidak baik.”
Orang-orang yang sering tertawa berlebih-lebihan akan menerima dampak yang buruk, hati akan sulit mengingat Allah. Kadangkala ejekan diwujudkan dalam bentuk tawa, lantas bagaimana jika yang diejek adalah ahli ibadah? Orang yang suka mengundang tawa biasanya berbohong untuk membuat orang lain tertawa.
Menertawakan Allah SWT ayat-ayat-Nya, para nabi dan rasul-Nya akan menyebabkan jatuh kepada perbuatan kufur, “Jika kamu menanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sungguh, kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main.’ Katakanlah, ‘Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu mengolok-olok?’ Kalian tidak usah meminta maaf karena kalian menjadi kafir sesudah beriman….” (QS. At-Taubah: 65-66). Allah SWT berfirman, “Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.” (QS. Az Zukhruf: 47).
Menertawakan orang yang mengamalkan Sunnah Rasulullah SAW dihukum Allah SWT dengan lupa dari mengingat Allah. “Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku dan adalah kamu selalu menertawakan mereka.” (QS Al Mu’minun:110)
Seorang Hukama pernah bersyair: “Aku hairan dan pelik, melihat orang tertawa kerana perkara-perkara yang akan menyusahkan, lebih banyak daripada perkara yang menyenangkan.” Golongan salafussalih menangis walaupun banyak beramal, takut tidak diterima ibadahnya, Kita tertawa walaupun sadar diri kosong dari amalan.
Tanyailah orang-orang shalih mengapa dia tidak berhibur: “Bagaimana hendak bergembira sedangkan mati itu di belakang kami, kubur di hadapan kami, kiamat itu janjian kami, neraka itu memburu kami dan perhentian kami ialah ALLAH”.
Wallahu a'lam bishowab
0 comments:
Post a Comment